Friday, May 29, 2020

Motor Baru


Akhirnya masalah Niko berdesak-desakan naik bis ketika berangkat dan pulang kuliah teratasi, juga masalah Niko bertemu dengan seniornya yang bernama Pina di dalam bis  tidak muncul lagi karena dia tidak pernah bertemu lagi dengannya di dalam bus. Niko bernapas lega, karena tidak ada ketakutan harus menjadi guru.  
                                                    
 Siang itu sehabis usai kuliah...                                                 
Terdengar seseorang memanggil namanya di pelataran parkir kampus. Niko celingak-celinguk siapa gerangan yang memangil namanya. Ternyata Pina. Niko ingin berlari namun motor yang dia kendarai itu berat, jadi dia pasrah saja hingga akhirnya Pina tepat berada di depannya. Kata Pina, “Hei, Niko. Apa kabar? Aku udah cari kamu beberapa hari ini, tapi baru hari ini aku ketemu kamu.”


“Eh, kak Pina. Kabar baik, Kak. Kakak apa kabar?” tanya Niko basa-basi.  

“Kabar baik, Nik. Aku mau kasih tahu kamu, kalau tempat kursusku sudah sangat butuh guru bahasa Inggris. Aku jadi ingat kamu. Besok kamu datang ya ke tempat kursusku,” kata Pina sambil memberikan kartu namanya yang ada alamat tempat kursusnya.  
                                    

Aliran darah Niko berhenti sesaat. Pucat mendadak, katanya dalam hati, “Ya Tuhan, kenapa aku harus menjadi seorang guru? Padahal aku sudah banyak berdosa dengan para guruku dahulu. Aku tidak mau terkena kutukan dan karma, ya Tuhan. Hindarilah aku dari segala cobaan hidup yang berat ini."                                                                                   
  Tiba-tiba pundak Niko ditepuk dan ternyata Pina masih di sana. Katanya sambil berlari karena bus yang ditunggu sudah datang, di samping itu juga sebenarnya dia menunggu Niko untuk mengajaknya  ikut dengan motor barunya tapi ternyata tidak ada tawaran itu, walaupun dia sudah menawarkan pekerjaan kepada Niko sehingga akhirnya dia berlalu dan mengatakan, “Sampai jumpa besok sore ya di tempat kursusku.”                                                               

 Ternyata ada seseorang yang mengamati Niko dan Pina. Orang itu adalah Wati. Segera dia mendekati Niko, lalu katanya, “Nik, kenapa kamu tidak ajak Pina naik motor kamu?”                                                                                     
 “Oh, kamu, Wati. Iya, maaf, aku juga berpikir begitu, setelah dia pergi,” jawab Niko yang agak ‘telat mikir’ ketika menghadapi situasi seperti itu.                                              

 “Jadi cowok itu harus peka, Nik. Makanya sampai sekarang kamu masih jomblo,” kata Wati sohibnya yang begitu perhatian pada Niko, namun Niko tidak pernah menanggapi apa yang disarankan Wati.                                             

 “Aku belum mau punya cewek. Aku belum sanggup berbagi uang jajanku dengannya, Wat. Apalagi sekarang ada motor. Aku harus berbagi uang jajanku dengan motorku ini. Dia juga harus dikasih makan, sedangkan uang jajanku saja pas-pasan. Makanya Tuhan tidak memberikanku ‘kepekaan’ karena kalau aku ‘peka’ si Pina sudah aku antarkan ke tempat kursusnya yang jauh di ujung langit. Jadi abis deh jatah uang jajanku untuk beli bensin,” jelas Niko berusaha menutupi semua kekurangannya di depan sohibnya, Wati.  
                           
Kata Wati dalam hati, “Emang udah dasarnya pelit, ada aja cara ‘ngeles’.”  

 Melihat Wati terdiam menatapnya segera Niko jadi ge-eran, katanya, “Kamu ingin aku boncengin? Ayo, enggak apa-apa deh, kalau kamu memang berharap banget aku boncengin. Aku bersedia berkorban kali ini saja. Namanya juga orang ‘ganteng.’ Selalu merasa dipojokkan oleh penggemarnya."                                                                             

 “Apa? Terima kasih. Aku enggak mau menjadi salah satu penyebab kamu menderita karena jatah uang jajan kamu terpotong gara-gara membayar bensin untuk mengantar aku,” jawab Wati yang mulai rada ‘bete’ dengan Niko walaupun sebenarnya dia menyukai Niko bukan hanya sebagai sahabatnya, tapi juga sebagai ‘cowok sesungguhnya’ bukan cowok ‘jadi-jadian’.                                                                          

Wati segera berlalu dari Niko, Niko jadi terheran-heran. Bagaimanakah kelanjutannya? Hanya ada di buku "Zrof Niko, Satu Metamorfosis." Silahkan dapatkan di TOKOPEDIA atau di admin 087874772266                                                                                                                                                                   


Tuesday, May 5, 2020

Bab 6. Minta Tambahan Uang Jajan

Cuplikan dari cerita "Zrof Niko, Satu Metamorfosis."


Sesampainya di rumah, Niko segera masuk ke kamarnya. Tentu saja bu Inda terheran-heran, katanya dalam hati,”Ini anak. Main nyelonong aja. Tidak pakai salam.”  

Di dalam kamar Niko segera meletakkan tasnya dan langsung menuju tempat tidurnya dan merebahkan badannya. Tak lama kemudian terdengar ketukan dari pintunya. Kata Niko dari dalam, “Itu pasti mamah. Oh, iya. Aku lupa. Enggak mengucap salam.”    

Begitu pintu kamar Niko dibuka, bu Inda terkejut karena Niko berlari ke luar pintu dan menutupnya. Kemudian terdengar dari luar Niko berkata, “Assalamu’alaikum.”              

Wa’alaikumsalam,” jawab bu Inda yang terbengong-bengong melihat kelakuan putranya itu.                                     

Kata Niko, “Maaf, Mah, tadi aku lupa ngucapin salam.”                                                                                  
Bu Inda sebenarnya mau tertawa, tapi dia hanya tersenyum dan berkata, “Gak apa-apa. Lupa itu biasa. Apalagi kalau sudah punya motor.”                                                

Niko terdiam sejenak, walau dia bingung dengan perkataan mamahnya itu, dia hanya tersenyum dan berkata,”Mah, Niko lapar.”                                                                                                                                             

“Oh, iya. Kamu belum makan ya. Mamah ambilkan dulu ya. Kamu salat aja dahulu,” kata bu Inda sambil menuju ke lemari makan untuk mengambilkan makan untuk Niko. 

Akhirnya Niko segera menuju meja makan setelah melaksanakan kewajiban lima waktunya. Di sana bu Inda sudah menunggu dengan lauk yang sudah disediakan di atas meja makan. Niko heran melihat bu Inda yang tiba-tiba sudah duluan duduk nangkring di ruang makan. Katanya dalam hati, “Pasti ada sesuatu yang mau dibicarakan mamah denganku.”

“Kalau ada masalah yang kamu mau bicarakan, silakan. Mamah siap kok jadi pendengar kamu,”kata bu Inda kepada Niko.

Niko terheran-heran, kenapa mamahnya tahu kalau dia sedang mengalami depresi ‘berat.’ Kata Niko sambil menggeleng,”Gak, Mah. Cuma masih belum terima kondisi terbaru.”

“Kondisi terbaru, apa?” tanya bu Inda heran.

“Kondisi motor baru, Mah,” jawab Niko.                              

 “Kenapa dengan motormu, Nak?” tanya bu Inda.

“Kondisi uang jajan dengan kondisi bensin yang harus kubeli, Mah,” kata Niko sangat berharap mamahnya peka dan mau menaikkan uang jajannya sehingga dia bisa makan dengan tenang di kantin kampus tanpa perlu menunggu Wati untuk mentraktirnya. Apalagi sekarang Wati sedang ‘bermasalah’ dengannya. Pasti tidak akan mendapat traktiran lagi hingga ada ‘gencatan senjata.’ Jadi mau tidak mau dia harus memperjuangkan kenaikan uang jajan kepada kedua orang tuanya sesegera mungkin agar dia tidak menderita lagi.                                                               

“Oh, jadi kamu mau uang jajannya ditambah?” tanya bu Inda.                                                                                  
Niko mengangguk. Kata bu Inda, “Nanti Mamah kasih tahu papah dulu ya.”                                                                       

Niko mengangguk lagi. Kata bu Inda, “Kok cuma anggukan. Tidak ada kata-kata sambutan lain gitu?”

Niko menggeleng. Bu Inda bertanya lagi, “Sudah sebegitu parahkah kondisimu Nak, hingga tidak bisa berkata apa-apa?”                                                                                        

Niko mengangguk lagi. Kata bu Inda, “Okay. Mamah telepon papah sekarang ya.”  

 “Iya, Mah,” kata Niko akhirnya mengeluarkan suaranya setelah mamahnya bertindak segera, tidak hanya mengeluarkan janji saja, karena dia sudah terbiasa di pehape-in oleh kedua orang tuanya dan dia tidak pernah protes, sabar dalam penderitaan.                                                              

 Apakah tuntutan Niko untuk dinaikan uang sakunya itu akan dikabulkan, atau bagaimana usahanya untuk mendapatkan tambahan uang sakunya? Silahkan baca novelnya yang berjudul "Zrof Niko, Satu Metamorfosis." 

Silahkan wasap di 087874772266 atau dapatkan di tokopedia.