Cuplikan dari cerita "Zrof Niko, Satu Metamorfosis."
Sesampainya di rumah, Niko segera masuk ke kamarnya. Tentu saja bu Inda
terheran-heran, katanya dalam hati,”Ini anak. Main nyelonong aja. Tidak pakai
salam.”
Di dalam
kamar Niko segera meletakkan tasnya dan langsung menuju tempat tidurnya dan
merebahkan badannya. Tak lama kemudian terdengar ketukan dari pintunya. Kata
Niko dari dalam, “Itu pasti mamah. Oh, iya. Aku lupa. Enggak mengucap salam.”
Begitu pintu kamar Niko dibuka, bu
Inda terkejut karena Niko berlari ke luar pintu dan menutupnya. Kemudian
terdengar dari luar Niko berkata, “Assalamu’alaikum.”
“Wa’alaikumsalam,” jawab
bu Inda yang terbengong-bengong melihat kelakuan putranya itu.
Kata Niko,
“Maaf, Mah, tadi aku lupa ngucapin salam.”
Bu
Inda sebenarnya mau tertawa, tapi dia hanya tersenyum dan berkata, “Gak apa-apa.
Lupa itu biasa. Apalagi kalau sudah punya motor.”
Niko
terdiam sejenak, walau dia bingung dengan perkataan mamahnya itu, dia hanya
tersenyum dan berkata,”Mah, Niko lapar.”
“Oh,
iya. Kamu belum makan ya. Mamah ambilkan dulu ya. Kamu salat aja dahulu,” kata
bu Inda sambil menuju ke lemari makan untuk mengambilkan makan untuk Niko.
Akhirnya Niko segera menuju meja makan setelah
melaksanakan kewajiban lima waktunya. Di sana bu Inda sudah menunggu dengan
lauk yang sudah disediakan di atas meja makan. Niko heran melihat bu Inda yang
tiba-tiba sudah duluan duduk nangkring di ruang makan. Katanya dalam hati, “Pasti
ada sesuatu yang mau dibicarakan mamah denganku.”
“Kalau ada masalah yang kamu mau bicarakan, silakan.
Mamah siap kok jadi pendengar kamu,”kata bu Inda kepada Niko.
Niko terheran-heran, kenapa mamahnya tahu kalau
dia sedang mengalami depresi ‘berat.’ Kata Niko sambil menggeleng,”Gak, Mah.
Cuma masih belum terima kondisi terbaru.”
“Kondisi terbaru, apa?” tanya bu Inda heran.
“Kondisi motor baru, Mah,” jawab Niko.
“Kenapa dengan
motormu, Nak?” tanya bu Inda.
“Kondisi uang jajan dengan kondisi bensin yang
harus kubeli, Mah,” kata Niko sangat berharap mamahnya peka dan mau menaikkan
uang jajannya sehingga dia bisa makan dengan tenang di kantin kampus tanpa
perlu menunggu Wati untuk mentraktirnya. Apalagi sekarang Wati sedang
‘bermasalah’ dengannya. Pasti tidak akan mendapat traktiran lagi hingga ada
‘gencatan senjata.’ Jadi mau tidak mau dia harus memperjuangkan kenaikan uang
jajan kepada kedua orang tuanya sesegera mungkin agar dia tidak menderita lagi.
“Oh, jadi kamu mau uang jajannya
ditambah?” tanya bu Inda.
Niko
mengangguk. Kata bu Inda, “Nanti Mamah kasih tahu papah dulu ya.”
Niko mengangguk lagi.
Kata bu Inda, “Kok cuma anggukan. Tidak ada kata-kata sambutan lain gitu?”
Niko menggeleng. Bu Inda bertanya lagi, “Sudah sebegitu parahkah
kondisimu Nak, hingga tidak bisa berkata apa-apa?”
Niko
mengangguk lagi. Kata bu Inda, “Okay. Mamah telepon papah sekarang ya.”
“Iya, Mah,” kata Niko
akhirnya mengeluarkan suaranya setelah mamahnya bertindak segera, tidak hanya
mengeluarkan janji saja, karena dia sudah terbiasa di pehape-in oleh kedua
orang tuanya dan dia tidak pernah protes, sabar dalam penderitaan.
Apakah tuntutan Niko untuk dinaikan uang sakunya itu akan dikabulkan, atau bagaimana usahanya untuk mendapatkan tambahan uang sakunya? Silahkan baca novelnya yang berjudul "Zrof Niko, Satu Metamorfosis."
Silahkan wasap di 087874772266 atau dapatkan di tokopedia.