Sering kita kagum
melihat anak-anak pintar yang berprestasi di sekolahnya. Apakah semua orang tua
akan bahagia melihat keberhasilan anak-anaknya?
Tentu saja orang tua sangat bahagia karena mereka sudah
susah payah, jungkir balik mendidik anak-anaknya sehingga berprestasi. Tunggu
dulu. Kita tidak bisa hanya memandang keberhasilan seorang anak dari segi
akademisnya saja, tapi masih banyak segi lain yang harus diperhatikan. Yuk kita
jalan-jalan ke negeri seberang. Pernah ingat kisah Malin Kundang? Ketika dia
mau berangkat merantau ke negeri orang? Kemudian dia berhasil menjadi seorang
kaya raya, apa yang terjadi? Ingatkah dia pada ibunya yang tua dan miskin?
Ternyata keberhasilan yang tidak disertai akhlak yang
baik, akan berdampak buruk. Salah siapa ini? Apakah salah orang tua? Apakah
salah guru?
Memang
kita tidak bisa menyalahkan satu sama lain, tapi sebagai orang tua, kita tetap
harus selalu koreksi diri, juga para guru harus tetap mengajarkan kepada siswa
tidak saja pendidikan tetapi juga soal etika, sikap dan tata krama terhadap
orang yang dituakan dan dihormati. Bila semua ini sudah dipenuhi, tapi tetap
saja seorang anak itu menjadi sombong, tidak peduli pada sesama, tidak
menghargai orang tua, bahkan melawan
orang tua, siapa lagi yang harus disalahkan?
Coba kita lihat kisah Pangeran Harry dari Inggris. Sebagai seorang pangeran, pasti semua pendidikan sudah lengkap diberikan kepadanya, tapi kenapa saat ini dia melepaskan diri dari lingkungan keluarga istana, lingkungan yang membesarkannya, hanya karena ingin hidup tenang dengan keluarga kecilnya? Apakah tidak ada perasaan bersalah sama sekali dalam hatinya, begitu teganya dia melepaskan diri dari keluarga kerajaan dan tidak mau terlibat lagi dalam acara yang berkenaan dengan kerajaan Inggris?
Jawabannya hanya satu, ada faktor di sekelilingnya yang
menyebabkan dia menjadi berubah. Berubah ketika dia sudah menikah dengan
seorang selebriti dari Hollywood bernama Meghan Markle. Memang kita tidak bisa
menyalahkan Meghan Markle, tapi begitulah, seorang lelaki bisa berubah karena
wanita, atau sebaliknya.
Jadi dari sinilah kita harus perhatikan jalur
komunikasi sang anak, ketika dia menjadi berbeda dengan anak yang kita didik
dengan baik dan penuh tata krama, sehingga ketika dia terjun di satu lingkungan
atau kawan bermain yang bisa mengubahnya menjadi seorang ‘monster’ sehingga
menjadi musuh di dalam selimut. Seperti kata pepatah, “Jika kita berdekatan
dengan tukang minyak wangi, maka wangilah kita, jika kita berdekatan dengan
penjahat, maka kita pun akan menjadi penjahat.”
Bila anda saat ini sedang melihat kenyataan bahwa anak
anda yang manis dan saleh, tiba-tiba menjadi ‘monster’ maka selaku orang tua,
harus banyak bersabar dan berdoa semoga dia bisa kembali ke jalan yang benar.
Karena hal itu tidak mudah.
No comments:
Post a Comment